Selasa, 30 April 2013

Dua Kendala Lain Dalam Menulis

"Menulis itu mengubah dunia". Itu kata Pak Rinaldi Munir dalam komennya di sebuah posting blog. Kalimat itu memang amat bermakna dan kalau kita lihat buktinya di dunia memang sangat banyak. Ibnu Sina, misalnya, namanya masyhur karena kitabnya mengenai kesehatan. Ibn Al-Baytar, seorang ilmuwan Muslim, namanya tercatat oleh sejarah karena karyanya di bidang farmasi (karyanya tersebut merupakan ensiklopedia farmasi berisi 1.400 jenis tanaman, makanan-makanan, dan obat-obatan). Newton terkenal lewat Principia-nya. Anne Frank mendunia namanya karena rutin menulis di buku hariannya (dan karena isinya diterbitkan). 

Nah, kalau buktinya sudah banyak kenapa tidak menulis ? 

Banyak sekali alasannya yang pasti. Yang sibuklah, tidak punya saranalah, gak ada idelah, dll. Sampai-sampai ada alasan yang agak lucu :

"Gak bisa nulis"
Walah-walah ini alasan udah fatal banget. Jadi kamu waktu TK ngapain ?* (hehehe... peace).

Ada juga alasan  yang rada-rada keren :

"Kena writer's block"

Yah apapun alasannya memang menulis itu gak gampang. Ini maksudnya nulis yang berkualitas ya. Kalau nulis status-status alay di fb sama twitter mah saya juga bisa.  Kendalanya ya salah satunya yang di atas itu banyak alasan-alasan yang timbul (atau dibuat-buat ?) penyebab gak jadi nulis atau tulisan mandek. Cuma di sini saya gak bakal bahas kendala-kendala tadi. Di sini saya akan bahas kendala yang saya temukan sendiri.

Jadi menulis itu susah karena :

1. Menulis itu besar akibatnya

Kalau yang ini udah pasti. Hasil tulisan kita bisa menimbulkan dampak yang besar terutama kalau dipublikasikan. Sayangnya, dampak tersebut juga bisa negatif. Misalnya, kamu nulis artikel ilmiah di blog. Nah, kalau kamu gak hati-hati bisa saja kamu menyesatkan banyak orang yang baca blog kamu. Kasus lain itu waktu nulis soal budaya. Salah-salah kata bisa-bisa kamu dicap rasis. Kedua contoh tersebut berlaku juga untuk tulisan-tulisan non-blog seperti status media sosial.


2. Kamu lakukan gak hal yang kamu tulis ?

Ini berlaku buat tulisan yang bertema motivasi. Termasuk motivasi di sini juga motivasi yang berhubungan dengan agama. Tulisan dengan kedua tema tersebut tentu sarat  akan anjuran dan ajakan. Kalau dalam Islam tentu saja ajakannya pasti untuk melakukan apa yang disukai Allah dan meninggalkan apa yang tidak di sukai Allah atau amar ma'ruf nahi munkar. Tentu saja maksud dari tulisan tersebut baik, namun dari tulisan tersebut timbul satu pertanyaan. Apakah kamu benar-benar melakukan yang kamu tulis atau kamu hanya menulis hal tersebut ? Contoh dari hal ini, misalnya, ada orang yang menulis ajakan untuk sholat di awal waktu. Nah, di sini pertanyaannya kembali ke orang tersebut : Apakah kamu sudah sholat di awal waktu sesuai dengan ajakan yang kamu tulis atau belum ?

Kendala yang pertama biasanya ditemui kalau nulis artikel berita atau artikel ilmiah. Untuk artikel non-ilmiah pun kadang-kadang terjadi. Hal ini pernah saya alami. Punya ide tulisan tapi kepikiran takut salah tulis. Harus riset lagi tapi males. Ujung-ujungnya gak jadi nulis. Yah kalau begini kendalanya udah kombinasi antara kurang ilmu dengan males cari ilmu.

Nah, yang kedua ini baru saya sadari setelah saya beberapa kali menulis artikel bertema motivasi. Beberapa waktu setelah itu saya baru kepikiran apakah yang saya tulis itu benar-benar saya lakukan. Atau saya cuma menulis buat gagah-gagahan seakan-akan saya sudah melakukan itu. Naudzubillahi min dzalik...

Hmmm... Menulis itu memang tidak mudah. 

NB : Artikel lain mengenai hal ini, lihat artikel karya Rasyid Sayyari di sini